Selasa, 11 Agustus 2015

Saif dan Zizi ; Memang Jodohnya



Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Dia lah yang mengatur segala urusan hamba-hamba-Nya, Dia berhak berbuat apa saja sekehendak-Nya, dan sesungguhnya urusannya adalah apabila Dia menghendaki sesuatu, maka Dia tinggal berkata, “Jadilah!” maka sesuatu itu pun benar-benar terjadi.

Insyaallah, pada tulisan ini, aku ingin bercerita mengenai pengalaman seorang sahabat senior yang sudah aku anggap seperti kakak sendiri. Ini adalah pengalaman ketika dia melamar seorang wanita. Kita sebut saja nama sahabatku itu; Saif.

Hari itu, Saif dikenalkan dengan seorang wanita oleh seorang ustadz yang tidak lain ustadz itu adalah temannya sendiri. Dia dikenalkan dengan wanita tersebut hanya baru sebatas nama saja dan sedikit tentang pribadinya. Dan kita sebut saja wanita itu; Zizi, seorang santriwati yang baru saja lulus dari pondok pesantren.

Mendengar tentang Zizi, Saif merasa bahwa dirinya tidak pantas untuk Zizi, “Aduh ustadz, ana ini orangnya tahu diri,” lirihnya kepada ustadz, “Sudahlah, ayo lamar saja,” ustadz meyakinkan.

Karena merasa diri tidak pantas, ahirnya Saif pun berinisiatif untuk menawarkan Zizi kepada sahabat-sahabatnya yang dirasa lebih pantas untuk Zizi. Padahal dia sendiri pun belum pernah melihat Zizi secara langsung. Hanya baru tahu nama dan sedikit tentang pribadinya.

Tahu siapa yang didatangi? Ya, aku salah satunya.

Saif mendatangiku,
“Za, antum mau menikah tidak? Ada akhwat sepertinya cocok buat antum,” tawarnya kepadaku.
Tapi aku hanya tersenyum sambil memberi isyarat bahwa aku belum ingin menikah, “Buat antum saja,” kemudian ucapku.

“Tapi, ana sudah ada wanita lain,” terangnya.
“Istikhorokan saja dulu! Jangan terlalu yakin dengan wanita yang belum sah atau halal untukmu dan jangan menentukan pilihan sebelum meminta pilihan yang terbaik kepada Allah,” jelasku kepadanya.

*****

Semakin hari berlalu, semakin Saif merasa bimbang,
“Maju, tidak. Maju, tidak. Ah, ana orang yang tahu diri, ana tidak pantas untuk Zizi,” bisiknya dalam hati sambil mengeratkan gigi-giginya dan mengepalkan tangannya. Geram.
“Kalau ana maju, lalu bagaimana dengan miya (wanita yang sedang menjalin hubungan dengannya, tapi jaraknya berjauhan terpisah beberapa kota)? Dia pasti akan marah jika mengetahui ana melamar wanita lain,” pikirnya bingung.

Alhamdulillah, di tengah kebingungan itu, Allah menggerakkan hati dan anggota tubuhnya untuk menghadap-Nya. Dan ini merupakan rahmat dan taufiq dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuknya. Dan tidaklah seorang hamba itu diberi taufiq oleh Allah melainkan karena adanya ilmu pada dirinya.

Saif pun shalat istikhoro, menghadapkan hati dan anggota tubuhnya di hadapan Al Jabbar Al ‘Aziz Al Hakim. Tidak hanya sekali, tapi Saif mengulangi istikhoronya sampai dua kali agar hasilnya terasa mantap, yakin dan tenang di hati.

Selang beberapa hari setelah sholat istikhoro, ahirnya Saif pun merasa cenderung untuk melamar Zizi. Hatinya terasa mantap, yakin dan tenang.

Alhamdulillah, Saif mendapat nomor hape Zizi dan langsung meng-sms-nya,
“Assalamu’alaikum,” pesannya.
“Wa’alaikumussalam, ini siapa?” balas Zizi.
“Alhamdulillah. Langsung dibalas,” bisik Saif dalam hati sambil tersenyum dan menempelkan hapenya di dada. Dipeluk erat. Tanda bahagia.
“Anti bisa jaga amanah jika ana mengenalkan diri?” pesannya lagi ke Zizi.
“Iya, Insyaallaah,” balas Zizi.
“Ana Saif, guru di SD (sensor). Ana mau bertanya, anti sudah ada yang melamar belum?” tanyanya.
“Belum,” jawab Zizi.

*****

Setelah merasa diri sudah mantap, dia pun mendatangi ustadznya,
“Ustadz, insyaallah ana positif untuk melamar Zizi, tapi ana ingin nazhor (istilah nikah; melihat calon pengantin wanita) terlebih dahulu.”
“Alhamdulillah, kalau begitu besok kita langsung ke rumah Zizi,” tegas ustadz.

Hari cepat berganti, kemarin berlalu, dan esok menjadi sekarang, ya sekarang lah waktu bagi Saif untuk menazhor Zizi, calon pengantinnya.

Di sepanjang perjalanan, Saif merasa kurang percaya diri, tubuhnya gemetaran layaknya orang kedinginan, jantungnya berdegup kencang seakan hampir keluar menembus dadanya. Tapi kemudian dia menatap langit, berdo’a, “Yaa Rabb, yassir li amri (yaa Rabb, mudahkanlah urusanku)”
“Alhamdulillah sudah sampai,” ustadz memberhentikan motornya.
Tidak terasa, perjalanan terasa begitu cepat. Kini, Saif dapat melihat pintu rumah Zizi,
“Ustadz, cukuplah! Cukup melihat pintu rumahnya saja. Ayo kita pulang,” ucap Saif merasa minder untuk melanjutkan langkahnya.
“Loh, belum perang ko’ sudah menyerah. Ayo akhi, gagahkan diri antum, tajamkan pandangan, luruskan niat hati, bismillah,” ustadz memberi semangat seraya merangkul pundaknya, “Ayo akhi, kita jalan,” lanjut ustadz sambil menghentakkan langkah kaki yang pertama. Duk!

Pintu rumah Zizi pun diketok. Tok tok tok, “Assalamu’alaikum!” tok tok tok, “Assalamu’alaikum,” ustadz mengulangi ucapan salamnya. Saif yang berada di sampingnya hanya berdiri diam, tapi mulutnya nampak berkomat-kamit, persis seperti embah dukun. Entah mantra apa yang dibaca?
“Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh,” terdengar suara balasan dari dalam rumah. Suara lelaki yang sepertinya itu adalah bapaknya Zizi.

Dan benar saja, itu adalah bapaknya Zizi.
“Assalamu’alaikum pak, apa kabar?” ucap ustadz seraya menyalami tangan bapak Zizi.
“Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh, Alhamdulillah baik,” jawab bapak Zizi, “Ayo silahkan duduk!” lanjutnya.

Ustadz pun langsung to the point, mengutarakan maksud kedatangannya,
“Begini pak, ini saudara kami Saif datang ke rumah bapak bermaksud ingin menazhor putri bapak yang bernama Zizi. Disini saya sebagai pendamping saja.”
“Alhamdulillah, saya merasa senang jika memang demikian maksud kedatangan kalian,” ucap bapak Zizi, “Ziiii, ziiii, kesini nak! Ini ada ikhwan yang mau nazhor,” Zizi pun dipanggil.
“Iya pak, Zizi mau memakai kaos kaki dulu,” sahut lembut Zizi.
“Tidak usah memakai kaos kaki nak, biarkan calonmu ini melihatmu dari ujung kepala sampai ujung kaki,” ucap bapaknya.

Saif yang sedari tadi diam, nampak menelan ludah, seraya membaguskan posisi duduknya. Dan menarik napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya pelan-pelan, “Bismillah,” lirihnya.

Deg, deg, deg, deg, deg! Seisi rumah tiba-tiba nampak gelap. Saif linglung. Menengok ke kanan ke kiri. Tidak ada siapa-siapa. Napasnya kini mulai tak beraturan. Ia terengah-engah. Keringat mulai bercucuran membasahi wajahnya.

“Nak Saif, ini putri bapak,” ucap bapak Zizi mengagetkan lamunannya.
“Mana? Mana? Mana?” tanyanya berulang-ulang salah tingkah. Maklum, kesadarannya baru pulih. Dan…
Mata Saif pun mendapati sosok wanita cantik yang wajahnya berseri bagai purnama yang bersandingkan sejuta bintang. Wanita itu, tepat berada di hadapannya. Cantik jelita.
“Subhanallah,” bisik Saif dalam hati, kemudian langsung memalingkan pandangannya.
“Bagaimana nak Saif? Sudah melihat putri saya,” tanya bapak Zizi.
“Alhamdulillah, cukup pak,” jawab Saif sambil menganggukkan kepalanya.

Zizi nampak tersenyum, dan ia pun sempat melirik ke Saif yang wajahnya nampak damai, dan terasa ketenangan dari raut wajahnya tersebut.

*****

Semenjak kepulangannya dari menazhor, wajah Zizi mulai terbayang-bayang di pikirannya,
“Subhanallah, ternyata dia adalah wanita yang cantik,” lirih Saif sambil menatap langit-langit kamarnya dan merangkul erat bantal gulingnya.

Saif mulai merasakan ada getaran di dalam hatinya, getaran yang membuatnya semakin yakin untuk segera menikah. Tapi kemudian, timbul di benaknya perasaan ragu, jangan-jangan nanti dia ditolak.

Sebab, mengingat kejadian yang pernah berlalu, bahwa dia pernah melamar seorang wanita, namun ternyata dia disambut dengan kurang baik. Dia pulang dengan perasaan kecewa, merasa diri seperti orang yang paling bodoh. Awalnya sang wanita meyakinkan, namun akhirnya menghancurkan.
“Zizi, kamu adalah wanita baik dan cantik. Aku adalah orang yang tahu diri, aku tidak pantas untukmu,” Saif bergumam di dalam hatinya.
“Assalamu’alaikum,” Saif pun mengirim pesan ke Zizi.
“Wa’alaikumussalam warohmatullah wabarokatuh,” balas Zizi.
“Zi, kamu mau tidak jika menikah dengan sahabatku, dia lebih baik dariku,” pesannya ke Zizi.
“Aneh! Kemarin yang menazhorku kan kamu, ko’ malah kamu menawarkan orang lain? Aku ini bukan barang yang mudah di oper sana-oper sini,” jelas Zizi.
“Bukan begitu maksudku, sebenarnya aku hanya ingin jawaban darimu, apakah kamu menerimaku?” tanya Saif.
“Beri aku waktu satu minggu untuk berpikir,” pinta Zizi.
Membaca pesan tersebut, Saif mulai gelisah dan bimbang. Dia tidak mungkin menunggu selama itu. Jemuran saja, jika digantung satu hari, langsung kering, kalau digantung sampai tujuh hari, entah jadi apa itu jemuran?. Apalagi hati yang bimbang, bisa sekarat.
“Zi, aku tidak mau digantung selama itu, aku tidak bisa menunggu selama satu minggu, kalau kamu memang tidak menerima, ya bilang saja sekarang kalau kamu tidak menerima, aku tidak apa-apa ko. Jangan terima aku yah,” balasnya ke Zizi.
“Ko malah jangan diterima! Ya sudah, besok atau lusa saja jawabannya,” Zizi mulai merasa heran dengan sikap Saif. Baru bernazhor, belum menghitbah, tapi Saif malah minta ingin ditolak.
“Baiklah, aku menunggu jawaban darimu” balas Saif.

*****

Keesokan harinya, “Aku menerimamu, maka segeralah khitbah aku (Istilah nikah; meminang)” Zizi mengirim pesan ke Saif.
“Alhamdulillah, aku diterima,” teriak Saif mengucap syukur seraya bersungkur sujud di hadapan Yang Maha Kuasa.

Saif merasa bahagia dan langsung membalas pesan dari Zizi, “Alhamdulillah, terimakasih Zi sudah mau menerimaku, tapi bagaimana dengan ke-dua orang tuamu?” tanya Saif.
“Kamu datang saja ke rumah, langsung lamar aku,” pinta Zizi.
“Tapi aku ragu dan takut ditolak oleh ke-dua orang tuamu. Aku ini hanya lelaki biasa,” Saif merasa minder dengan kondisinya.
“Jangan takut! Bapakku orangnya baik ko dan enak diajak ngobrol. Ayo semangat! Lamar aku,” Zizi menyemangati.

Membaca pesan dari Zizi tersebut, gairah Saif pun bergejolak, semangatnya membara, gigi-giginya mulai menampakkan taring kejantanannya. Tring!
“Tapi aku ingin bertanya, ko dengan gampangnya kamu menerimaku?” tanya Saif.
“Aku hanya yakin bahwa kamu adalah lelaki yang mampu bertanggungjawab, dan itu sudah lebih dari cukup bagiku,” jelas Zizi.
“Alhamdulillah, baiklah. Tunggu aku melamarmu! Segera tanpa nanti insyaallah,” balas Saif dengan mantap.

*****

Kini, tibalah waktu pembuktian, bahwa Saif memang seorang pejantan tangguh.
“Assalamu’alaikum, insyaallah sekarang juga aku akan mendatangi rumahmu,” pesan Saif ke Zizi.
“Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh, silahkan!” balas Zizi.
“Baiknya, aku sendirian atau mengajak orang lain?” tanya Saif.
“Sendiri saja, kamu harus jantan,” tegas Zizi.
Ini merupakan tantangan telak bagi Saif.
“Siapa takut?!” balas Saif, padahal tangannya sedang gemeteran menggenggam hape.
“Bismillah,” bisiknya dalam hati.

Saif bersiap-siap untuk segera berangkat menuju rumah Zizi. Dia memakai pakaian terbaiknya, memakai minyak wangi, menyisir rambut, de el el. Tapi dia lupa satu hal. Dia belum memakai celana. *upz, hehe  

Setelah siap, Saif pun berangkat. Dia sudah benar-benar mantap untuk mengkhitbah Zizi. Apalagi Zizi sudah memberi lampu hijau. Dia mengingat kembali pesan yang pernah dikirim oleh Zizi kepadanya, “Jangan takut! Bapakku orangnya baik ko dan enak diajak ngobrol. Ayo semangat! Lamar aku.” Pesan itu membakar segala keraguan yang ada di benaknya. Saif hanya perlu keyakinan, bahwa dia bisa menaklukan hati kedua orang tua Zizi.

Langkah demi langkah, ahirnya Saif sampai di depan rumah Zizi. Dia menatap rumah itu, “Zizi, insyaallah kamu akan menjadi permaisuriku,” lirihnya sambil mengepalkan jemari-jemari tangannya dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Assalamu’alaikum,” ucap Saif sedikit berteriak.
“Wa’alaikumussalam,” pintu rumah terbuka, ternyata bapak Zizi yang menyambutnya.
“Eh, nak Saif, ayo silahkan masuk,” bapak Zizi mempersilahkan, “Bagaimana kabarmu?” lanjutnya.
“Alhamdulillah pak, selalu baik. Bapak dan keluarga bagaimana?” tanya Saif.
“Alhamdulillah, semuanya dalam keadaan baik,” jawab bapak Zizi.
“Begini pak, kemarin kan saya sudah menazhor puteri bapak, dan Alhamdulillah sekarang saya datang lagi untuk langkah selanjutnya,” ucap Saif langsung to the point.
“Apa itu langkah selanjutnya?” canda bapak Zizi, pura-pura tidak tahu.
“Ya, selanjutnya. Ya selanjutnya pak,” Saif terbata.
“Ya selanjutnya, ya selanjutnya. Ya opo?” tanya bapak Zizi.
“Melamar pak!” jawab Saif. Tegas.
“Oh, melamar. Nanti bapak bilang dulu ke ibu,” ucap bapak Zizi seraya bergegas ke dapur.
Sebenarnya, sedari tadi mata Saif jelalatan melihat kesana-sini, mencari sosok yang akan dilamarnya, “Zizi mana yah?” bisiknya dalam hati.
Di dapur, terdengar suara percakapan antara bapak Zizi dan ibu Zizi,
“Buuu, ini ada nak Saif yang kemarin datang menazhor puteri kita. Dan sekarang dia datang lagi. Katanya mau melamar puteri kita bu. Ibu bagaimana? Setuju!” tanya bapak.
“Tahun depan saja pak. Kita biarkan agar mereka lebih mengenal satu sama lain dahulu,” jawab ibu.
“Loh, itu gak boleh bu. Itu namanya kita membiarkan mereka berpacaran. Dan itu dilarang oleh agama kita,” terang bapak.

*****

Alhamdulillah, ahirnya lamaran Saif pun diterima. Dia begitu bersyukur seraya menahan haru. Seorang lelaki yang sering dianggap nyeleneh dan suka bergurau oleh sebagian teman-temannya, kini akan menikahi seorang wanita sholihah yang cantik jelita. Menjadi pendamping hidupnya dalam suka-duka sebagai ibadah teringgi kepada Dzat Yang Maha Kuasa, demi mewujudkan sakinah, mawaddah wa rahmah.
“Alhamdulillah za, lamaranku diterima,” pesan Saif kepadaku.
“Alhamdulillah, selamat saudaraku. Terus, rencananya kapan?” tanyaku.
“Insyaallah sebulan lagi,” jawabnya. Tidak lupa menyertakan ^_^ tanda bahwa dia sedang berbahagia.
“Muyassar (dimudahkan) insyaallah,” do’aku untuknya.
“Aamiin. Syukron za,” balasnya.

Selang seminggu atau dua minggu setelah percakapan melalui What’ups, Saif datang berkunjung ke Jakarta. Kita bertemu di tempat pengabdianku dahulu; Yayasan Al-Sofwa Lenteng Agung Jakarta Selatan.
Saat pertamakali berjumpa, wajahnya nampak lain, beda seperti wajahnya di hari-hari yang berlalu. Dulu, wajahnya seperti awan hitam; mendung, seram, berkilat-kilat, bergemuruh pertir, hujan deras. Siapa pun yang melihatnya, akan langsung bersedia payung atau bahkan bersedia perahu. Sedia payung dan perahu sebelum Saif berwujud. Hehe ^_^ 

Tapi kini, wajahnya penuh warna bagai pelangi, bahkan mengaurora berkilau-kilau. Apalagi dia membelikan untukku sebotol minuman segar. Sungguh memang begitu seharusnya, keceriaan wajah harus digambarkan dengan keceriaan tingkah. Maka tampaklah seperti pelangi yang berwarna-warni bersanding dengan pemandangan gunung yang bertumpukan awan-awan putih lembut, kemudian di bawahnya nampak samudera lautan meluas, airnya mengombak-ombak, berdebur merdu, memanjakan telinga orang yang mendengar, dan menyedapkan pandangan mata orang yang melihat. Subhanallah, andai pemandangan seperti itu terdapat pada pribadi manusia. Berjalan hilir-mudik dengan penuh kepesonaan dan keindahan. *Semoga penulis dan pembaca bisa menjadi pribadi yang seperti itu. Katakan! “Aamiin.” ^_^
“Za, ternyata ini hikmah di balik kesabaranku selama ini,” tiba-tiba dia mulai curhat, “Awalnya aku tidak betah mengajar di tempat ini (Bekasi). Aku selalu ingin pulang kampung (Sumatera). Mengajar anak-anak SD menguras banyak tenaga dan pikiran. Namun kemudian, Allah membuka hatiku, aku bersabar, berusaha menjalani semuanya dengan ikhlas dan tabah. Sehingga ahirnya, tersingkaplah rahasia indah rencana-Nya,” ungkapnya sepenuh jiwa.

Mendengar penuturannya tersebut, hatiku bergetar dan hampir saja air mataku meleleh. Betapa terasa dan teringat, bahwa memang Allah sungguh tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang bersabar, “Sesungguhnya, barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang sentiasa berbuat kebaikan.” (Yusuf : 90)
“Allah menghendaki kemampuan bagiku untuk bersabar, dan ternyata ada kehendak lain setelahnya yang lebih manis; yaitu menghadiahkanku seorang bidadari,” tuturnya lagi.
“Alhamdulillah, Alhamdulillah, bersyukurlah wahai saudaraku, engkau akan melengkapi setengah agamamu,” seruku.
“Oh iya, calon istriku itu punya adik perempuan, yang sepertinya sudah siap menikah juga. Barangkali kamu mau,” tiba-tiba saja dia menawarkan.
Aku hanya tersenyum.
“Kakaknya cantik, adiknya juga pasti cantik,” rayunya.
“Alhamdulillah, terimakasih,” ucapku sambil tersenyum, “Terus kapan hari jadi nikahnya?” segera tanyaku seraya mengalihkan pembicaraan.
“Insyaallah, sebulan lagi,” jawabnya.

The End

***Untuk sahabatku sekaligus saudaraku, aku ucapkan terimakasih untuk inspirasinya. Cerita hidupmu sungguh bermakna dan penuh ibrah. Oleh karenanya, aku tulis.

Dan ma’af jika ada kesalahan atau kelebaian dalam kalimat-kalimat di cerita  ini.. Cerita ini aku tulis secara fiksi, namun tidak jauh dari realita yang ada. Sumber dari kehidupan asli seorang pemuda bernama; SAIF hafizhahullah wa iyyana.

Niat


*Segala amal perbuatan harus disertai dengan niat, dan setiap orang akan mendapatkan hasil berdasar dari niatnya.

*Jika seorang hamba beribadah atau melakukan amal kebaikan dengan niat ikhlas mengharap pahala di sisi Allah, maka dia akan mendapatkan pahala tsb, dan mendapatkan tambahan yang tak terhingga.


*Jika seorang hamba beribadah atau melakukan amal kebaikan dengan niat ingin mendapat bagian dari materi dunia; harta atau wanita, maka dia akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.

Wudhu


*Wudhu merupakan syarat sahnya shalat. Shalat tanpa wudhu, maka shalatnya tidak sah.

*Seorang yang berwudhu hendaklah memperhatikan anggota-anggota yang memiliki hak untuk terkena air wudhu sehingga wudhu menjadi sempurna.

*Wudhu yang asal-asalan dapat merusak nilai ibadah sholat seseorang. Siapa yang berusaha memperbaiki wudhunya, berarti dia telah memperbiki agamanya. Karena wudhu merupakan bagian dari syari'at agama Islam.

*Anggota-anggota badan yang terkena air wudhu, maka berguguran daripadanya dosa-dosa sebagaimana daun-daun kering yang berguguran dari pohonnya. Dan kelak pada hari kiamat, anggota-anggota badan tsb akan bercahaya.


*Sejatinya wudhu bukan sekedar amalan yang dikerjakan saat hendak sholat saja. Akan tetapi memang menjadi suatu kemuliaan dan keutamaan bagi setiap muslim untuk sentiasa memelihara wudhunya setiap kali batal. Dalam segala kondisi, seorang muslim dianjurkan dalam keadaan suci dari hadats.

Bismillah


*Setiap muslim dianjurkan mengucap bismillah saat memulai segala perkara.

*Bismillah mengandung 2 makna;
1. Dengan mengucap bismillah berarti kita memohon pertolongan kepada Allah supaya memberi kemudahan kepada kita dalam mengerjakan perkara yang sedang atau akan kita kerjakan.
2. Dengan mengucap bismillah berarti kita memohon kepada Allah supaya memberi keberkahan pada hasil pekerjaan yang kita kerjakan, sehingga pekerjaan tersebut membuahkan banyak manfaat bagi banyak orang dan terus berkesinambungan sepanjang zaman.

*Orang yang lupa mengucap bismillah saat memulai suatu perkara, maka hendaklah ia mengucapnya saat ia ingat.


* "Dan ingatlah kepada Rabbmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Rabbku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini." (Al Kahfi : 24)

Berdakwah Berdasar Kemampuan


*Dakwah merupakan tugas bagi setiap mukmin, bukan hanya tugas para ahli ilmu atau da'i.

*Dakwah dimulai dari diri kita sendiri, keluarga, karib kerabat, tetangga, kemudian masyarakat. Karena dakwah sejatinya adalah ajakan untuk meninggalkan yang buruk dan batil beralih dan berpegang teguh pada kebaikan dan kebenaran.

*Setiap orang dibekali kemampuan untuk berdakwah. Orang luhur berdakwah dengan akhlak, orang kaya berdakwah dengan harta, orang berilmu berdakwah dengan ilmu, orang ahli pedang berdakwah dengan pedang/jihad, orang miskin berdakwah berdasar kesanggupannya.


*"Kalian adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia; kalian menyuruh pada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan kalian beriman kepada Allah." (Ali Imran : 110)

Sholat 5 Waktu


*Sholat 5 waktu merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang sudah aqil balig.

*Sholat 5 waktu merupakan ibadah yang tidak boleh ditinggalkan bagaimana pun kondisi.

*Sholat 5 waktu merupakan barometer timbangan segala amal baik. Jika ia baik, maka insyaallah akan menjadi baik pula timbangan segala amal baik di akhirat kelak.


*Sholat 5 waktu ibarat sungai yang ada di depan pintu rumah, kemudian kita mandi di sungai tersebut sebanyak 5 kali dalam sehari. Sehingga tubuh kita menjadi bersih dari kotoran dan bau tak sedap. Demikianlah, keadaan orang yang sentiasa menjaga dan istiqamah dalam sholat 5 waktunya. Dia menjadi pribadi yang bagus dan mulia di sisi Allah, juga di halayak manusia.

Memahami Ibadah Yang Benar


Memahami Ibadah Yang Benar I

*Banyak diantara kita yang sudah mengetahui maksud dan tujuan hidup kita di dunia, yaitu ibadah. Namun ternyata, sedikit sekali yang mengetahui makna ibadah itu sendiri. Sehingga ibadah-ibadah yang dikerjakan tidak memberikan pengaruh apa pun dalam kehidupan.

*Pengertian ibadah;
~Segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridoi-Nya berupa perbuatan dan perkataan, baik yang nampak maupun yang tersembunyi. (Ibnu Taimiyah)
~Merendahkan diri kepada Allah dan mengagungkan-Nya dengan mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. (Ibnu 'Utsaimin)

*Ibadah ditinjau dari anggota tubuh;
1. Ibadah Qalbiyah (ibadah hati); perasaan tenang, cinta, takut, harap, tawakkal dan sebagainya.
2. Ibadah Lisaniyah (ibadah lisan); dzikir, do'a, perkataan baik, dan sebagainya.
3. Ibadah Jawarihiyah (ibadah anggota tubuh lainnya); sholat, haji, jihad, dan sebagainya.

*Ketiga ibadah ini harus ada pada diri seorang muslim. Tidak boleh hanya salah satunya saja. Sebagaimana pemahaman keliru kalangan sufi. Bahwa seseorang yang sudah mengenal Allah dengan hati-Nya, maka tidak perlu lagi menjalankan ibadah yang lain. Cukup dengan mengingat Allah. Itu ibadah. Maka ini adalah pemahan yang bathil. Sesat dan menyesatkan.

*Seorang muslim hatinya harus sentiasa beribadah; jauh dari dendam, benci, dengki dan sebagainya. Mulutnya harus sentiasa beribadah; jauh dari mengumpat, mencela, menggibah dan sebagainya. Anggota yang lain pun demikian. Harus sentiasa beribadah; jauh dari kezhaliman, melihat yang haram, berjalan ke tempat yang buruk, mengambil yang bukan hak, mendengar musik-musik yang sia-sia dan sebagainya.


Memahami Ibadah Yang Benar II

*Pondasi utama ibadah adalah keimanan. Karena tanpa iman semua amal ibadah/amal perbuatan menjadi sia-sia.

*Pondasi penguat/penyempurna adalah;
~Mahabbah: cinta.
Cinta mendorong seorang hamba untuk tampil serius dalam ibadahnya. Tidak terpaksa dan tidak sekedar menuanaikan kewajiban. Dia justru senang dan gembira menjalankan ibadah kepada Allah.
~Khauf: takut.
Takut/kehawatiran (tidak diterimanya amal ibadah) akan menekan seorang hamba dari sifat sombong dan bangga diri terhadap ibadahnya. Karena ibadah seharusnya menjadikan seorang hamba semakin tawaddu' dan intropeksi diri.
~Roja': harap.
Harap menjadikan seorang hamba untuk tidak berputus asa dalam beribadah walau dia belum menemukan kekhusyuan dan ladzdzah (kelezatan) dalam beribadah. Dan bukti dari rasa harap adalah mendalami ilmu yang berkaitan dengan ibadah-ibadah yang dijalankan.

*Syarat diterimanya ibadah adalah ikhlas dan mutaba'ah.
~Ikhlas karena Allah, tanpa menyekutukanNya dengan sesuatu apa pun. Murni. Bersih. Suci.
~Mutaba'ah artinya ibadah yang dikerjakan harus sesuai dengan petunjuk dan tuntunan dari Rasulullah. Karena setiap ibadah yang dikerjakan tapi berlawanan dengan petunjuk dari beliau, maka ibadah itu tertolak (dan tidak pantas disebut sebagai ibadah) walau yang mengerjakan menganggap bahwa dia ikhlas mengerjakannya karena Allah.
Dalam ibadah, ikhlas saja tidak cukup. Tapi juga harus sesuai dengan petunjuk Rasul dalam mengerjakannya. Itulah kesejatian ibadah.


Memahami Ibadah Yang Benar III

*Tanda-tanda diterimanya ibadah:
~Bertambahnya semangat dalam mengerjakan ibadah, sehingga ada keinginan untuk mengerjakan ibadah-ibadah tambahan (nafilah).
~Merasakan manis dan lezatnya ibadah yang dikerjakan, sehingga ibadah tersebut menjadi penyenang hati dan penyedap jiwa.
~Istiqamah (kontinyu) dalam mengerjakan ibadah. Tidak sewaktu-waktu. Tapi terus tegap dengan ibadahnya dalam bagaimana pun keadaan dan kondisi.

*Orang yang celaka dengan ibadahnya.
~Beribadah hanya ketika mendapat nikmat dan kesenangan, namun ketika diuji, dia berputus asa dan tidak sabar, kemudian meninggalkan ibadah.
~Beribadah hanya di waktu sulit, namun ketika Allah memberinya kelapangan, dia lupa dan lalai. Ibadahnya hanya dijadikan sebagai sarana penghilang kesulitan atau musibah.


*Seorang hamba harus sentiasa beribadah kepada Allah, baik dalam keadaan senang atau susah. Sebagaimana air yang tetap mengalir melewati batu-batu, tanah-tanah, mencapai tujuan laut yang luas.